Pembelaan Untuk IPK Rendah

Saya memang bukan termasuk orang yang mendukung bahwa IPK tinggi itu menjamin segalanya, akan tetapi bukan berarti saya menyarankan untuk tidak mencari IPK tinggi. Sekali lagi seperti yang sudah-sudah, menjadi pemenang di sistem buatan orang itu tidak ada salahnya, kan?

Tapi tenang saja, seperti biasanya saya akan berada di pihak yang melawan pendidikan formal.
Pernah tidak membaca kalimat semacam ini dari mulut seseorang bung,

"Kalau mereka yang IPK 4, mereka akan jadi engineer-engineer di perusahaan besar,
mereka yang IPK-nya 3, mereka akan jadi general manager di perusahaan-perusahaan besar,
mereka yang IPK-nya diantara 2,5 sampai 3, mereka akan jadi direktur di perusahaan-perusahaan besar,
mereka yang IPK-nya diantara 2 sampai 2,5 mereka akan jadi pemilik-pemilik perusahaan besar tadi,
kalau yang di DO, mereka akan jadi Bill Gates."

 Awalnya saya hanya menganggap itu kalimat yang tidak penting sampai di suatu momen, saya memperhatikan teman saya yang IPK-nya tinggi tampak gugup saat menghadapi situasi yang tidak bisa dia kendalikan.

Wow.

Mari kita runtut dari awal. Tidak perlu ada yang membela dan memungkiri bahwa sistem perkuliahan di Indonesia bahkan di kampus saya yang ngapunten nggih kata orang-orang bagus sekali itu adalah sangat tidak fair. Kuliah dilaksanakan selama beberapa minggu pertemuan, dosen memberikan buku referensi dan/atau presentasi materi.
Hanya sebagian kecil mahasiswa yang memperhatikan dosen saat mengajar, selebihnya tidur, main gadget, lalala yeyeye.

Mendekati ujian semua mahasiswa berbondong-bondong mengunduh dan mencari materi ujian. Beberapa hari sebelum ujian mereka belajar dengan keras. Ya, benar sekali, materi dalam setengah semester bisa selesai dalam satu hari saja.
Saat ujianpun sangat random, kalau memang materi yang dibaca pas ya bisa mengerjakan dan nilainya A, kalau tidak ya yowes jelas modar aja, bung.

***

Mari kita perhatikan rutinitas di atas. Ya, IPK yang muncul adalah hasil keberuntungan dan kesiapan semata. Baiklah, singkirkan keberuntungan karena beruntung adalah hal yang lain lagi.
Berarti satu-satunya penentu IPK adalah kesiapan seorang mahasiswa untuk mengikuti ujian mata kuliah tertentu. Titik.

Kesiapan.

Mahasiswa nilai A dan B cenderung siap. C D E cenderung tidak siap. Ini adalah poin dari tulisan ini.

***

Setelah lulus dari kampus, tahu kenapa mahasiswa C D E cenderung lebih sukses seperti yang dikatakan dosen-dosen kalian? Sebenarnya ini bukan masalah IPK atau apa. Karna jujur dengan data bahwa kebanyakan pengusaha dan pejabat itu IPK-nya jelek lalu muncul kesimpulan bahwa IPK tidak begitu penting juga terasa menyebalkan di telinga saya.
Mahasiswa C D E ini cenderung terbiasa tidak melakukan persiapan alias tidak tahu apa yang dia hadapi. Berbeda dengan mahasiswa A B yang selama kuliahnya selalu melakukan persiapan yang sudah ada (belajar, latihan soal, lalala yeye). 

Sayangnya, dunia nyata tidak menyediakan persiapan eksak seperti ujian tengah semester ataupun ujian akhir semester. Mahasiswa A B yang terbiasa memiliki persiapan kini tak mempunyai bahan untuk bersiap-siap, mereka mencari tahu ketika ingin melakukan sesuatu, mereka memikirkan segalanya, dan akibat serba tahu mereka jadi terlalu peduli dengan yang namanya risiko.
Mahasiswa C D E? Ra ngurusi, ndes! Maju-maju aja, kebiasaan tidak tahu apa yang akan dihadapi karena tidak pernah bersiap-siap ternyata cocok untuk hidup di dunia nyata. Pengetahuan yang sedikit membuat mereka tidak memiliki banyak pilihan dalam melakukan sesuatu. 

Hasilnya? Ya, langkah yang dilakukan mahasiswa A B lebih sedikit daripada C D E karena mahasiswa A B terlalu memikirkan soal kegagalan yang mana tidak pernah mereka dapati semasa kuliah karena adanya materi untuk bersiap-siap tadi. Sebaliknya, mahasiswa C D E mah ra peduli! Maju terus! Ya, langkah yang dilakukan mahasiswa C D E jadi lebih banyak, hasilnya banyak kegagalan yang didapatkan dan kebetulan lagi, inilah dunia nyata, keberhasilan adalah satu dari beberapa baris kegagalan.

Sekarang, paham kenapa banyak mahasiswa C D E yang malah menjadi sukses di karirnya dibanding mahasiswa A B?
Tapi, bukan berarti mahasiswa A B tidak mudah berhasil juga ya, mereka yang cepat beradaptasi dari dunia yang serba banyak persiapan ke dunia yang tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari tentu memilik peluang yang sama dong.
Intinya adalah jangan terlalu banyak mikir, bung! See ya!

G+

Tidak ada komentar

Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.