Teruntuk Kekasihku


Suasana di siang yang panas itu menjadi beku.
“Apa kamu yakin ingin terus berjalan bersamaku?”. Dia diam, hanya mengangguk lalu menunduk. Sesekali menghapus air mata yang tak sengaja mengalir setelah aku melemparkan pertanyaan tadi. Ia tak ingin terlihat lemah namun makin berusaha, makin ia tampak lemah. Mungkin ia sedih, mungkin pula ia marah karena setiap kali kami bertengkar selalu saja aku menanyakan hal yang sama.

Pun malaikat di sekitarku pasti heran, mengapa aku terus menanyakan hal itu kepada gadis kecil yang sudah lama aku impikan. Ya, memang aku sudah menyukainya sejak awal kami dekat dan suka bercanda bersama. Aku senang memerhatikannya bahkan sampai sekarang. Bagaimana ia tersenyum, tertawa, marah, dan segalanya.

Dia masih diam saja, memandangi ombak yang mungkin saja lebih menyenangkan untuk diajak bicara dibanding aku. Sementara aku hanya takut tak mampu menjadi yang dia impikan. Itu saja. Dalam sebuah hubungan yang sehat, memangnya apalagi sebab pertengkaran selain merasa tak mampu menjadi yang pasangan kita mau?

Aku bertemunya sekitar setahun yang lalu dan sama sekali tak mengira bahwa kemudian kami sepakat untuk menjaga sebuah dahan yang terkubur rapi dan menunggunya berbunga. Berdua saja. Dimulai dengan beberapa kali hai yang terasa hambar untuk memulai tawanya sampai pada kami yang saling mencuri pandang di keramaian. Aku hafal benar ia sangat menyukai rendang dan nasi goreng di salah satu sudut kota Jogja. Aku suka mengajaknya ke sana, aku suka saat ia bahagia.

Kini kami duduk berdua dengan hati yang saling mencintai, di bawah langit yang tak ada lelah-lelahnya menjadi biru. Aku memerhatikannya, ia tetap diam saja. Mungkin dalam hatinya tak mau mengakhiri cerita semanis ini dengan titik yang datang seenaknya, merusak segalanya. Kemudian dia berbalik menatapku dalam, "Nggak mau udahan.".

Sesaat aku bergetar. "Benar tak apa?", "Iya, jalani aja dulu." katanya kemudian membuang muka, kembali memandangi ombak.

Di hari itu, aku mulai sadar betul bagaimana takdir Tuhan bekerja. Mempertemukan seorang lelaki dan gadis yang terpisah ratusan kilometer untuk saling mengingatkan lupa satu sama lain. Lantas siapa aku yang berani mengakhiri takdir yang memang belum berakhir? 

Ia gadis berkerudung dengan senyum yang menenangkan, aku tak yakin lelaki lain mau dan mampu menjaga agar senyum itu tak hilang. Aku masih ingat kehangatan tawanya dan tangannya saat memukulku ketika aku melempar sepatunya jauh-jauh, sikapnya yang selalu mencoba tampak dewasa namun malah membuatnya lucu, hingga bagaimana menggemaskannya hubungan kami serta cerita pertemuan yang bahkan aku tak pernah mengira akan menjadi seperti sekarang.

Dan beginilah kami, aku dan dia sepakat untuk melanjutkan perjalanan. Menata harapan, memupuknya perlahan, lalu memetik buahnya satu demi satu.

***

Hei, aku tahu kamu membaca tulisan ini. Jangan pernah lelah tertawa dan mengurusi lelaki seperti aku ya. Tetaplah di sini bersamaku menunggu bunga itu mekar, sembari kita duduk mesra bercerita karena aku ada banyak cerita untukmu. 

Selamat mengulang hari kelahiranmu yang ke-19, doaku telah kusampaikan kepada yang maha mengabulkan doa. Cerita kita belum usai. Aku akan terus melanjutkannya sampai di liang nanti lalu mengakhirinya untuk menjadi bacaan favorit kita di suatu tempat dan waktu yang lain.

Ditulis oleh lelaki yang mencintaimu. Love you!

G+

Tidak ada komentar

Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.