Berkendara lalu Kejeglong

Sumber
Konon, ada wanita yang mengatakan cinta kepada kita di setiap hembusan napasnya tapi berakhir di pelukan orang lain. Ada.
Tapi itu bukan masalah, karena gue kali ini nggak mau membahas cinta, wis munek nde.

Beberapa hari lalu gue mengikuti kelas ekonomi dan bisnis informasi, itu semacam mata kuliah yang mengajarkan mahasiwanya untuk berbisnis bukan di orde tradisional. Bukan menjual apa yang kita buat untuk mendapatkan value, mendapatkan keuntungan. Tetapi menggunakan apa yang kita buat untuk menciptakan keuntungan atau value di bagian yang lain yang tidak terduga oleh orang-orang dan tentu dengan jumlah yang sekian kali lebih besar daripada value barang itu sendiri.

Contoh, Google. Semua layanan Google itu gratis, bung, mau situ pakai untuk beribadah kepada Allah sampai untuk menyembah berhala juga boleh. Tapi kenapa Google bisa menciptakan keuntungan dari layanan yang mereka gratiskan? Karena ada value lain yang mereka lihat berpotensi. Ya, Google gratis dan nyaman digunakan, akhirnya banyak yang menggunakan. Di era informasi seperti sekarang, banyak pengguna berarti banyak keuntungan. Itu saja.

Dah, terlepas dari apa yang gue pelajari, bapak dosen tidak mengajarkan materi kuliah tetapi malah berceramah mengenai mental dan moral. Ya, gue suka. Gue suka konsep, gue benci teknis. Gue belajar dari banyak hal untuk menjadi dirijen saja, bukan pemain alat musik.
Alasan utama sang bapak dosen tercinta berceramah banyak hal adalah karena saat jam masuk 7.15 baru belasan mahasiswa yang datang.

Lalu, apakah hal yang beliau ceramahkan berkesinambungan dengan isi post kali ini? Tentu tidak.

Hampir dua tahun gue tinggal di Jogja, meninggalkan kota Solo dan kulinernya yang ena-ena itu. Serabi, selat, bistik, sate buntel, cabuk rambak, hingga paha goreng kimcil racing. Untuk melepas rindu sesekali gue pulang ke Solo menggunakan motor. Nah selama perjalanan dari Jogja ke Solo maupun sebaliknya, tentu tidak jarang gue merilis sebuah pisuhan yang mantap dan langsung dari hati saat tidak sengaja kejeglong.

Kejeglong itu bahasa apa ya, entahlah, anggap saja itu bahasa jawa yang gue mengerti untuk mendefinisikan keadaan dimana saat berkendara dengan sepeda motor, kita nggak sengaja masuk ke suatu lubang yang mbuh bagaimana bisa muncul di tengah jalan.

Pikir gue, kenapa bahkan setelah gue berusaha menghafalkan seluruh lubang di jalan mulai dari kosan sampai rumah gue, tetap saja kena terus-menerus.
Tentu gue harus berbaik sangka kepada Tuhan bahwa Ia hendak mengajarkan seseuatu yang penting di sini. Di keadaan ini. Lalu, berpikirlah gue di suatu keadaan tenang di dalam kamar kosan sambil sesekali misuh saat tak sengaja ingat mantan yang cepat sekali jadian sama lelaki lain.

Oalah.

Ternyata memang benar, ada maksud baik Tuhan sengaja bikin gue kejeglong tiap di jalan meski sudah berusaha menghafalkan lubang-lubang laknat itu.
"Kejeglong itu nggak papa, yang penting jangan jatuh. Tetaplah seimbang."

Tak sedikit pengendara sepeda motor yang terjatuh karena kejeglong di suatu lubang. Tak sedikit pula yang meninggal karena kejadian lanjut dari kejeglong itu baik selanjutnya tertabrak kendaraan lain atau bagaimana.
Belum lagi teori ini didukung dengan keadaan gue yang suka kejeglong itu, meski misuh tapi tetap saja gue harus menjaga keseimbangan karena namanya juga kejeglong tentu gue tidak sedang dalam keadaan pelan dan mengerti bahwa akan kejeglong.

"Wah, 3 menit lagi aku akan kejeglong, siap-siap ah." Bukan, bukan seperti itu. Kejeglong adalah kejadian yang tidak terduga. Kedalaman dan lebar lubang juga tidak bisa diperkirakan. Jika kejadiannya saja tidak terduga, maka hal yang akan terjadi selanjutnya jika kita tidak bisa tetap seimbang dalam menyikapi kejeglong itu tentu juga tidak bisa diperkirakan. Biasanya sih buruk, buruk sekali.

Jika direfleksikan ke dalam hidup, tentu saja ini hal yang sangat relevan dengan pernyataan, "Jika ada masalah sabar saja, Tuhan hanya menyuruh sabar dan sholat.". Ya, benar, jika kejeglong ya kalem aja, yang penting tetap seimbang dan tidak jatuh.
Kejeglong dalam kehidupan bisa diartikan dengan masalah yang kita dapatkan dimana tentu saja karena hal yang kita tidak mampu kendalikan. Lha kecuali kalau bung sengaja menerjang lubang di tengah jalan yang kelihatan jelas, itu beda. Itu blo'on.

Masalah itu datang dengan tidak terduga, meski kita sudah mengusahakan hal semampu dan sebaik apapun, pada akhirnya kita tetap saja tidak tahu apakah hal di depan kita merupakan hal yang baik-baik saja atau yang tidak baik-baik saja. Kita tidak tahu.
Dan nenek yang sedang keramas juga tahu bahwa jika kita terjatuh dari sepeda motor, tidak ada hal keren dan baik sedikitpun yang bisa dibanggakan setelahnya, itupun kalau masih hidup, bung.

Oleh karena semua hal yang gue sampaikan tadi sangat penting, makanya bersiap saja untuk segalanya. Karena kejeglong dalam perjalan adalah hal biasa, biasakan untuk tetap seimbang dan tidak jatuh. See ya!

G+

Tidak ada komentar

Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.