Hasrat Puas
![]() |
Sumber |
Mengejar IPK tinggi, membela golongan dalam kepentingan, mengabaikan kemanusiaan karena ego, mengikuti perkembangan teknologi, menjadi konsumtif, sampai pacaran.
Ya, saya sadar jika menjadi manusia yang seperti itu ternyata memang mengasikkan. Toh memang memuaskkan hasrat puas dalam taraf yang rendah lebih memikat daripada hasrat puas yang lebih tinggi.
Hasrat puas? Sebentar, tolong jangan menghakimi bahwa saya akan membahas hal terkait seks. Jangan begitu, nanti saya tertawakan.
Setelah dihitung dan dipikir, manusia hidup karena tiga hal. Apa saja, bung? Ya, sedang sekolah di dunia, sedang bertahan hidup, berusaha bahagia saat menjalankan dua aktivitas sebelumnya.
Saudara percaya bahwa surga dan nereka itu memang ciptaan Tuhan dan siap melahap masing-masing manusia berdasarkan keputusan Maha Hakim kelak? kemari, kita bisa berpelukan sejenak.
Berarti saudara juga setuju bahwa kita di dunia ini sedang sekolah. Belajar, menaati peraturan, melaksanakan kewajiban, menghindari larangan, berteman, menghadapi ujian, hidup berkelompok, memang apa lagi analogi hidup yang lebih pas selain sekolah?
Tidak pernah ibadah, hidup merugikan, melanggar aturan, tidak punya banyak teman, lantas saat dalam kesusahan bilang kalau sedang diuji. Sekolah nggak pernah kok ikut ujian. Kurang lebih begitu hal yang saya baca di twitter dua tahun lalu, mbuh siapa yang nulis, lupa.
Kemudian bertahan hidup. Tentu saja, masing-masing orang di dunia tidak mau mati mengenaskan sebelum waktunya hanya karna dimakan binatang buas.
Hal ini menjadikan setiap orang selalu berusaha bertahan hidup sampai akhirnya dia sudah tidak mampu lagi melawan keadaan lalu kembali kepada Tuhan.
Maka mulai sekarang saudara tidak perlu khawatir dan menanggung tanggungan semu soal pasangan yang predikatnya masih semu pula. Tidak perlu anda khawatir dia akan sakit jauh di sana, dia lupa makan lalu tumbuh jamur di lambungnya, dia kedinginan saat musim panas lalu hipetermia, dia digigit nyamuk lantas jadi zombie. Tidak perlu. Apalagi sampai menulis di sosial media atau menanyakan kabar ke temannya dengan napas memburu seperti dikejar tsunami. Ya kecuali memang saudara mau terlihat bodoh.
Berusaha bahagia, yang terakhir. Tentu saja, manusia selalu ingin bahagia dengan definisi masing-masing. Entah bahagia karena bisa mencari banyak uang atau karna menolong banyak orang. Kebahagiaanku tidak akan pernah sama dengan kebahagiaanmu di dunia. Gitu.
Saya merumuskan bahwa poin nomor dua dan tiga berhubungan dengan hasrat puas.
Toh, memang manusia itu cuma menuruti kepuasaan masing-masing dalam hidup kan? Jawab, bung, jawab, jangan hanya diam.
Ada yang puas hanya karna mendapat uang, ada yang puas jika bisa meniduri banyak wanita, ada yang puas jika selalu beribadah kepada Tuhan, ada yang puas jika bisa ini-itu-ini lagi-itu lagi-ini lagi lagi dan lagi-itu lagi lagi dan lagi.
Kepuasaan manusia berbeda satu sama lain.
Makannya, mungkin saja, dari posisi yang jauh di sana, Tuhan selalu nyengir ketika menguji manusia terkait puas-tidak puas ini. Kualitas kita, manusia, memang kelihatan jelas lewat hal ini.
Lantas apa masalahnya? Tidak ada masalah di sini, saya hanya ingin pemanasan menulis kok.
Saya hanya mengusulkan untuk menjadi manusia yang taraf puasnya tinggi. Tinggi yang bagaimana? Tinggi ya tinggi, memangnya saya tahu definisi tinggi itu apa? Salah saya kalau situ tidak ngerti definisi tinggi?
Ya tinggi, pokoknya tinggi. Memang seluruh masalah bung, nona bisa selesai dengan uang dalam pelaksanaanya. Tapi saya ragu apakah hal itu tindakan benar. Tuhan jelas-jelas bilang bahwa yang mengurusi urusan orang lain, urusannya akan diurus. Situ mau protes firman Tuhan?
Dari firman yang ini, kita ngerti bahwa kemauan Tuhan adalah jangan menjadi egois. Sahih. Loh, kenapa situ tidak terima dengan sudut pandang saya? Kalau tidak terima, bikin saja blog sendiri, nulis sendiri, bikin sudut pandang sendiri. Jangan repot dan sewot dong.
Lantas hubungan hasrat puas dengan egois apa? Ya gini, ketika kakak adik sekalian, jika hidup hanya untuk mencari uang, jika kuliah hanya mengharapkan gelar dan potensi menjadi orang kaya, jika empati kita terhadap lingkungan hilang hanya karna uang.... Itu egois.
Sementara Tuhan ingin manusia yang tidak egois, berarti kita bisa menyimpulkan hal gila semacam ini, "Ketika situ hanya mencukupi kebutuhan dan kesenengan pribadi, hasrat puas situ rendah, jika hasrat puas rendah bisa jadi kualitasnya rendah juga. Dan sebaliknya.".
Saya tidak menyarankan untuk menjadi mlarat, tadi saya bilang pakai kata hanya yang artinya bung, nona tidak peduli dengan hal lain. Haelah, saya kayak bajingan pemerintahan (dan kampus?) saja, bisanya cuma memainkan kata-kata dan mencari kesalahan diksi. Melakukan hal yang lebih dari itu, otak mereka panas lalu meleleh.
Jadi, gimana? See ya!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.