Belajar dari Pasal Penghinaan Presiden
![]() |
Sumber |
Tapi siapa peduli mengenai hubungan saya dengan menulis? Semata-mata pembukaan ini hanya untuk memperpanjang tulisan. Tidak lebih.
Indonesia beberapa hari lalu terlihat asik membicarakan mengenai rencana pengaktifan kembali pasal penghinaan presiden yang konon katanya diusulkan oleh JK. Jajang Karyo.
Seperti biasa, kala itu, ada dua kesebelasan yang mendadak terbentuk dan saling menyusun taktik untuk beradu argumen. Kubu yang menentang pasal tersebut karna bayang-bayang kembalinya masa presiden Soeharto dan kubu buta pikiran yang mendukung pasal tersebut karna merasa pelecehan presiden sudah keterlaluan akhir-akhir ini.
Meski sekarang isu tersebut sudah digantikan oleh isu terbaru, pergantian menteri presiden, saya menemukan sedikit pembelajaran dari pasal hina-menghina ini untuk suatu hubungan yang seseorang miliki, entah level keluarga, teman, pacar, hewan, tumbuhan, bakteri, virus, protozoa, hingga hubungan level molekul.
Mari kita berandai-andai jika saya adalah seorang presiden, seperti Pak Jokowi, yang dulu saat kampanye menjual kerendahan hati, tampang murah senyum, penampilan apa adanya, dan ayat suci berbunyi, "Aku rapopo.".
Kemudian saya benar-benar menjadi presiden karna hal yang saya tawarkan kepada masyarakat tadi. Ini membuktikan bahwa sejujurnya menawarkan ketegasan, sosok berani, macho, dan garang sudah terbukti gagal. Buktinya ya pada pilpres tahun lalu. Haha. Makannya, kalau cari pasangan tawarkan saja hal yang pak Jokowi tawarkan, jangan seperti pesaingnya.
Oke, baiklah, saya seorang presiden. Hore!
Tiba-tiba, saya punya ide membangkitkan pasal kramat tentang penghinaan presiden karna bisikan gaib entah dari mana. Bukan, tentu saja ide ini bukan karna saya sering menonton serial Naruto dan terinspirasi dari Orochimaru yang suka membangkitkan jutsu terlarang.
Saya tertarik sekali dengan ide membangkitkan pasal penghinaan presiden, hingga suatu malam, saat saya membayangkan punya atap tembus pandang di istana negara, saya berpikir dan terjadilah percakapan yang seru antara saya dengan tembok kamar.
"Pasal penghinaan presiden, kalau sudah bangkit, aku bisa mbedil ndase orang-orang yang suka bikin meme (tanpa K) tentang diriku, yang banyak cocot mengkritik diriku ini, yang bisanya hanya menghina diriku. Haha."
Lantas, tembok menjawab seperti ini.
"Yakin kamu mau seperti itu?"
"Ya mau, aku mau dihormati, aku presiden lho."
"Iya, monyet di uang lima ratus rupiah zaman dulu juga tahu kamu presiden."
"Nah yowis toh, sudah saatnya aku diakui."
"Kamu lupa sama omongan Uchiha Itachi saat jadi edo tensei dan ketemu Naruto yang barengan sama Killer Bee itu?"
"Lupa. Emg apa?"
"Bah, kalau kamu lupa berarti aku juga lupa, aku hanya imajinasimu."
"Hmmm. Sejujurnya aku hanya ingin bekerja secara fokus, bayangkan kalau semua orang menghormati aku dan kebijakanku, tentu negara ini bisa segera berdikari."
"Ho o. Betul. Tapi kamu yakin?"
"Yakin apa?"
"Yakin kalau mau hidup dalam hal yang semu? Dunia ini sudah fana, lha kamu malah pengin hidup dalam dunia yang lebih fana."
"Maksudnya?"
"Ya gini toh, memangnya apa yang kamu harapkan dari pasal itu selain kebohongan tentang kebaikan dirimu? Apa enaknya hidup dalam pujian dan dukungan tapi bohong?
Sekarang gini, saat pasal itu aktif, tidak ada lagi yang boleh menghina kamu. Sama saja kamu menghapuskan kejujuran dan imajinasi haters-haters yang kamu punya."
"Terus?"
"Lantas gimana? Apa kamu bahagia dalam kesemuan itu? Lihat saja betapa ikhlas dan puas mereka yang membencimu itu saat melemparkan hinaan, mereka itu jujur. Ya karna kamu belum memberi bukti."
"Heleh, namanya juga haters toh. Sebaik apapun aku, aku juga bakal dibikin meme (Tanpa K)."
"Iyo, aku ngerti. Haters gonna hate, itu sudah ditulis di kitab milik Tuhan, tapi kita lagi membahas apa yang ada di dirimu. Kamu itu sedang mencari apa? Pujian baik tapi semu atau hinaan tapi dari lubuk hati yang paling dalam?
Hidup hanya masalah cara merespon lingkungan toh? Kalau kamu memang pantas dihargai dan dihormati karna prestasi nanti juga mereka bakal sadar.
Kamu lupa sama masa mudamu? Kamu melewatinya dengan baik. Jujur kepada semua orang termasuk cewek-cewek. Kamu bukan orang yang gemar melempar argumentum ad cocotem, melempar argumen tapi sekedar cocot belaka.
Wanita cantik tapi goblok ya kamu bilang goblok kan?
Kamu tidak pernah malu saat ngupil di depan cewek-cewek, tidak pernah peduli sama anggapan mereka. Beda sama cowok lain yang mati-matian jaga penampilan dan membangun gambaran yang baik hanya demi diakui. Beda dengan mereka yang mengejar anggapan baik dari orang lain.
Apa yang kamu cari? Bahagia karna berguna untuk bangsa atau menelan nikmat pujian dan sanjungan dari orang lain?
Peduli apa sama cocot orang yang tidak mengerti? Bukannya dulu kamu suka menertawakan mereka yang hanya bisa ngomong tanpa ngerti keadaan?
Jika dengan konsep seperti itu kamu hidup dulu, lalu sekarang kamu ingin membangkitkan pasal penghinaan, jadi di sini siapa yang jadi bajingan? Aku atau kamu?"
"Aku sama kamu kan sama. Kita hanya dua pemikiran yang lagi berunding."
"Baiklah, sekarang yang bajingan kita atau mereka jika ternyata pasal itu aktif ?"
"Hmm."
Setelah itu saya ketiduran. Hehe.
Besok paginya saya membatalkan pembangkitan pasal tentang penghinaan terhadap presiden karna saya ingin belajar dari pemikiran orang-orang.
Andai saja Pak Jokowi mengalami malam itu, andai saja. See ya!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.