Khitah Lebaran

Sumber
Kepada para pembaca, saya minta maaf ya jika selama saya menulis di blog ini banyak kata-kata kotor dan tidak pantas. Banyak sarkas dan sindiran yang menyayat hati. Sesungguhnya saya hanya ingin menghibur. Hanya ingin berbagi. Hanya ingin saudara sadar. Haha.
Oya, saya ingin bercerita....

Setelah meminta dan memberi maaf kepada semua orang yang saya anggap saya kenal namun entah mengenal saya atau tidak, akhirnya bisa juga beristirahat di rumah.
Kemarin adalah lebaran ke-19 yang saya lalui sepanjang hidup, meski jujur saja, yang dilalui dalam keadaan sadar hanya beberapa. Hehe.

Seperti biasa, adik, sepupu, anak-anak kecil sangat gembira karena menerima pendapatan lebih saat lebaran selain gaji pokok dari orang tua. Termasuk saya. Entahlah, saya merasa sudah bisa memberi cucu kepada mama tapi masih saja diberi uang lebaran. Tapi saya tidak boleh menolak. Tidak bisa ding.
Yang unik dari THR untuk anak-anak ini adalah jika saya dianggap sebagai Dika (Nama samaran) dan punya saudara bernama Michelle, maka orang tua Dika biasanya memberi uang ke Michelle dan orang tua Michelle memberi uang ke Dika yang nominalnya sama.
Wah Wah Wah.. Ini namanya praktik pencucian uang.

Khitah lebaran (Selain praktik pencucian uang di atas) bagi saya, adalah pencucian diri oleh manusia lain. Anggaplah puasa sebulan itu berhasil sesuai tujuannya, jika tidak, ya modar saja. Haha.
Maka setelah berhubungan secara pribadi dengan Gusti melalui puasa yang idealnya akan membuat segala dosa kita dibersihkan, yang idealnya akan membentuk pola baru dalam hidup menjadi lebih kenceng ibadahnya. Tapi hanya dosa kepada Gusti Allah lho.

Nah makannya Gusti itu membuat hari khusus untuk perkara hubungan antarmanusia alias habluminannas. Hari khusus itu dibuat untuk saling memaafkan. Kenapa memaafkan? Bukannya saling memberi? Hmm.
Ibarat lautan, dalam diri kita ini ada palung. Dosa-dosa mengendap di sana. Cara paling sahih untuk mengeruk palung itu dari dosa-dosa tadi, menurut cak nun, adalah minta maaf.

Itu lho kenapa gensi minta maaf paling besar di diri manusia. Susah toh mengakui kesalahan? Ketika saya meninggalkan sholat saya merasa bersalah. Bersalah kepada diri sendiri karna menyalahi aturan Gusti. Tapi apa saya pernah meminta maaf setelahnya langsung secara intim ke Tuhan? Eiittss rahasia. Cuma saya yang tahu. Haha.

Merasa itu gampang, mengakui yang susah. Sama kayak ketika merasa malu karna punya kemaluan, tapi susah toh mengakui kemaluan itu ada di hadapan orang banyak? Susah toh telanjang?
Ya. Susah. Karna saya, tentunya, selalu merasa paling baik dari yang lain. Orang gila nggak malu telanjang karna nggak mikir dirinya, karna nggak merasa paling baik. Jangankan merasa paling baik, merasakan dirinya sendiri saja tidak. Gitu.

Loh ini! Didapat kesimpulan! Banyak-banyak minta maaf ya ke orang tua sama Tuhan kalau mau bahagia.

Lebaran dijadikan alat supaya rasa gengsi tadi hilang, piye? Tuhan itu maha baik dan visioner toh? Ketika lebaran, nggak akan ada rasa malu karna semuanya melakukan hal yang sama.
Manusia kan masih berpatok benar = normal.
Sebenarnya, bagi saya, Tuhan nggak mau makhluknya disodok pakai linggis di neraka, banyak pengampunan karna manusia memang diciptakan untuk bersalah. Kalau ada wujud manusia yang tidak pernah salah, dia bukan manusia. ~


Selain untuk membersihkan diri dan praktik pencucian uang tadi, lebaran juga menjadi alat untuk mengetahui isu yang tengah beredar di sanak family.
Lama tak jumpa membuat segenap anggota keluarga mudah terpancing berbicara mengenai kabar saudara. Si itu akhirnya nikah sama siapa, si ini sekolah dimana, si itu ketahuan selingkuh bagaimana ceritanya.
Loh, habis maaf-maafan malah nggosip. Malaikat geleng-geleng pasti.

Menurut pengamatan saya, variabel yang paling sering muncul di masa-masa seperti itu adalah sekolah, pekerjaan, dan ya... pasangan.
Mungkin sekarang saya masih dalam zona aman karna masih kuliah. Mentok ditanya semester berapa.
"Sekolah dimana, dika?"
"Di Jogja."
"Kuliah?"
"Iya." Biasanya mama yang nyerocos di bagian ini karna bawa-bawa nama jurusan dan universitas. Wah wah wah. Nggak suka saya. Tapi ada baiknya karna berarti dia ngerti banget anaknya pemalu masalah begituan.
"Owaaalah, tak kira masih SMA."
*Dalam batin* "Emang awet muda gue." Lalu saya tersenyum jumawa.
"Semester?"
"Tiga om."

Tamat.
Ya hanya seperti itu. Tapi saya mulai was-was. Bukan hal yang mustahil jika saya akan ditanya perihal pasangan. Harus jawab apa?! Masa ganteng jomblo?!

Saya takut jika nggak laku.
Bukan main, mungkin saja dunia percintaan akan semakin kejam. Wanita yang baik dan cantik mulai menuntut hal-hal yang di luar logika dan nalar.
Tak hanya mapan dan tampan, mereka mencari yang alim semacam hafal Al-Quran, jika mengimami sholat suaranya selalu masuk di C#.
Wanita-wanita yang nantinya juga menuntut bibit yang berbakat untuk anak-anak mereka. Selalu saja mencari yang keren-keren, yang bisa bermain gitar, yang jago futsal dan basket, yang jago naik gunung, yang cerdas, yang badass, yang ahgfsaguo8ansfviuahvbausibvfuiasenvuiesv.

Tidak hanya perkara kognitif, yang mereka mau juga yang bikin nyaman, yang bahunya terbuat dari silikon biar kalau disenderin enak, yang punya tegangan ekstra tinggi(?). Wah.

Mungkin saya berlebihan. Tapi saya yakin zaman itu akan terjadi. Zaman dimana lelaki doyan ngeblog dan main PES kayak saya nggak ada harganya. See ya!

G+

Tidak ada komentar

Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.