Biarkan Anak Bermain!
![]() |
Sumber |
Cucian basah perlu diperas untuk mengurangi kadar air di dalam kain, biar cepat kering walau toh jika tidak diperaspun akan tetap kering. Hanya saja waktunya lama.
Anak? Anak tidak bisa disamakan dengan cucian basah. Sama sekali tidak. Melakukan eksplorasi besar-besaran dengan alasan mengasah bakat sejak dini atau lebih kejam lagi seperti memaksa anak sekolah sejak kecil dan mengikuti program akselerasi supaya dia memiliki masa depan yang cerah di usia muda adalah alasan yang tidak bisa sampai di logika saya.
Picik. Hanya ada satu hal yang terlintas di pikiran saya ketika ada orang tua (biasanya di TV) menjual anaknya dengan bakat tertentu untuk keperluan apapun.
Saya juga bukan orang yang setuju dengan akselerasi pendidikan. Sekali lagi, anak bukan untuk diperas. Di dalam diri seorang anak tidak hanya ada satu fokus seperti ketika memeras cucian. Di cucian hanya terfokus untuk menghilangkan air, di anak? Tidak. Manusia punya banyak hal macam hati, mentalitas, akhlak, dan banyak lagi yang akan menopang kehidupannya. Hidup seseorang tidak akan bisa baik hanya dengan modal otak cerdas.
Dalam hal spesifik macam akselerasi pendidikan, baiklah otaknya lebih maju, yang lain? Sekolah hanya mempercepat proses belajar karna otaknya mampu, tanpa mendidik yang lain sementara lingkungan hidup dia adalah anak akselerasi yang lain. Mereka tumbuh bersama, otaknya meningkat kemampuannya secara bersama tapi yang lain tertinggal. Sekali lagi juga bersama-sama.
Pernyataan di atas, didukung oleh kenyataan bahwa yang mempengaruhi sudut pandang, misalnya, adalah apa yang sudah dia dapat. Orang akan berpikir sempit bahwa Indonesia adalah negara terbelakang siap bubar karena media yang selalu (mengejar rating dengan cara) memberitakan hal buruk macam kejahatan dan fakta memilukan negara ini, presidennya menaikkan harga BBM, hingga karena anggota DPR maling duit 11,2 triliun.
Beda lagi dengan orang yang sudah berkeliling Indonesia, yang sudah pernah berkunjung ke seluruh kota di Indonesia, yang sudah melihat langsung keindahan di dalamnya, yang mengetahui budayanya, yang merasakan enak makanannya, hingga yang dibalas senyumnya oleh masyarakat di sana. Pikiran orang ini akan lebih luas. Dia tahu Indonesia hanya belum bangun.
Anak yang dirampas masa hidupnya lelah untuk sekolah dan mengerjakan tugas melulu, ya hanya itu yang dia dapat. Padahal usia anak-anak itu paling cepat meniru sesuatu. Piye, bung?
Itu baru masalah sudut pandang. Hal yang didapat manusia akan mempengaruhi semua yang ada dalam hidupnya. Mentalitas, akhlak, nalar, dan mbuh banyak. Bayangkan jika seorang manusia semua fondasi hidupnya hanya dibentuk dari dunia sekolah atau fokus bidang tertentu. Generasi pekerja yang hanya bisa disuruh-suruh dan cacat pikir, bersiap muncul di suatu periode bangsa ini.
Anak yang sejak umur balita dipaksa belajar membaca, berhitung, les ini les itu, kursus ini itu, pokoknya belajar di suatu instansi supaya hidupnya nanti tidak susah itu tidak salah, yang salah adalah merampas waktu bermainnya. Anak yang seharusnya berlari untuk bersembunyi kala temannya berjaga malah harus sekolah sampai sore atau harus kursus untuk melatih bakatnya seharian, sampai di rumah lelah, tidur, besok begitu lagi. Hanya demi masa depan lebih baik? Saya tidak memungkiri bahwa status sosial akan naik jika sekolah tinggi atau ahli di suatu bidang sejak usia muda, tidak.
Tapi bayangkan berapa banyak memori yang dipaksa hilang karena terlewatkan, berapa banyak tawa, berapa banyak senda gurau bersama teman yang hilang. Lebih parah adalah perilaku apatis ketika dewasa nanti karena rendahnya kepekaan terhadap dunia luar. Hasilnya? Sepintar apapun anak tadi, dia tidak akan jadi hal berguna. Peka saja tidak, bagaimana mau membantu Indonesia.
Ini bukan masalah besar kok, wahai orang tua yang ingin anaknya cerdas, hanya saja masa-masa dimana si anak bermain dan bahagia yang tidak bisa diulang harus hilang karena belajar sesuatu yang bisa dia lakukan di suatu waktu yang lain.
Tujuan kalian sudah tercapai, anak yang kalian lahirkan menjadi sosok yang cerdas otaknya dan hanya tidak memiliki hal-hal tidak penting macam mentalitas, akhlak, hati, sudut pandang yang yes dan yoi, atau apapun yang sudah saya tulis di atas.
Saya bukan bermaksud menggurui atau bagaimana. Saya hanya ingin mengemukakan opini. Toh juga hal-hal yang penting itu adalah IPK tinggi, cerdas, bekerja (untuk orang lain), dan kaya. Hal-hal macam habbluminallah itu tidak penting, benar kan? Akhlak, mentalitas, sudut pandang yang benar itu juga tidak penting.
Misal ya, misal. Bukan bermaksud menggurui sekali lagi, saya hanya ingin bercerita gambaran orang yang mentalitasnya buruk. Ada kasus, dimana suatu kejadian salah dilakukan, orang yang mentalitasnya buruk akan menyesal melakukan hal tadi dan cenderung menjauhinya sebisa mungkin, sementara yang mentalitasnya baik tentu saja akan belajar dari kesalahan dan masih mau melakukan lagi dengan benar. Tidak jauh beda kan? Makannya mentalitas itu tidak penting. Yang penting cerdas dan berbakat. Sip!
Saya hanya ingin memberi saran, anak-anak harus bermain. Mereka harus melakukan apa yang mereka suka. Tidak perlulah diburu-buru untuk sekolah, sekolahnya dipercepat, atau dikursuskan apapun hanya demi melatih bakatnya.
Kenapa? Karena meningkatkan apa yang ada di otak itu gampang. Sekali lagi, yang paling gampang adalah meningkatkan apa yang ada di otak daripada hal lain.
Tawa, tangis, main layang-layang, main boneka, petak umpet, hujan-hujan bersama teman, dilempari telur oleh teman saat ulang tahun, hingga rasanya sakit hati karena ditolak akan susah diperoleh jika waktu sekolah dipercepat dan atau menghilangkan masa kecil untuk hal berbau pendidikan. Belajar kalkulus, programming, atau melatih bakat macam main biola, main piano itu semuanya bisa dikebut dalam waktu beberapa hari. Sedangkan akhlak, mentalitas, hingga nalar misalnya lebih butuh waktu lama dan pelajaran langsung dari kehidupan. Itu saja. See ya!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.