SMA, Sekolah Menengah Asik
![]() |
Sumber |
Ya, tentu saja saya adalah anggota perkumpulan anak-anak yang tidak terima dengan kenyataan dunia kampus. Harapan saya kuliah adalah nongkrong dan main gitar bareng teman-teman di jalanan Jogja, kalau jalan-jalan di kampus yang nampak adalah wanita-wanita syar'i yang senyumnya mengguncang dunia, atau sekedar punya sosok pendamping yang menjadi bukti bahwa Tuhan tidak pernah bercanda saat memberi cinta kepada manusia.
Yang saya dapatkan? Iya, luar biasa mengagetkan.
Teman-teman cowok yang homo, tugas kuliah yang membuat saya ngerti dan paham bagaimana rakyat Indonesia berjuang merebut kemerdekaan, dan jomblo. Tentu saja, kejombloan yang memberi pengertian kepada saya bahwa Tuhan selalu bercanda saat semua teman saya cakep-cakep tapi ya sekali lagi mereka hanya teman.
Tiba-tiba saya rindu SMA. Ada beberapa hal di zaman sekolah yang sedikit sekali atau bahkan hilang ketika masa kuliah. Apa saja?
Logo OSIS
Siapa yang tidak kenal logo ini? Konon, di Indonesia, logo ini lebih terkenal daripada band The Beatles yang tenarnya mengalahkan seorang nabi. Logo OSIS sudah seperti bagian dari kehidupan rakyat Indonesia.
Logo ini tersaji dalam beberapa model. Model-model ini berkembang menyesuaikan zaman. Ada logo yang model flat atau datar mengikuti tren masa kini (Biasanya dijual dengan gratis dan cuma-cuma), namun tak sedikit juga logo yang timbul keluar karena mempertahankan cita rasa lama (Berbayar).
Beberapa dari kita pasti sudah pernah mengerti rasanya memegang logo ini. Yang datar ketika dipegang sih ya datar-datar saja kok saya sudah pernah, namun yang timbul menurut beberapa narasumber, terasa empuk dan cenderung elastis.
Menurut informasi sahih dari narasumber yang enggan disebut namanya, ketika kita (Terutama yang lelaki) tidak sengaja memegang logo model timbul, dapat dipastikan hidupnya tidak tenang selama berhari-hari.
Begini penjelasannya,
Ketika kita sengaja memegang logo timbul dan terasa nyaman (Tentu saja nyaman, kan berbayar) maka gampang bagi kita untuk mengulangi kesengajaan esok hari. Bayangkan yang tidak sengaja (Penikmat gratisan), sudah jomblo ternyata tidak sengaja megang dan terasa nyaman, nah yowis mampus.
Guru
Kita juga tidak akan bertemu guru di kampus. Akronim dari digugu dan ditiru sirna digantikan oleh kata dosen. Kira-kira kepanjangan apa ya yang bagus untuk kata dosen? Mungkin saudara (Kalau boleh saya anggap anda sebagai saudara) bisa memberi komentar dan ide-ide kekinian.
Doyan senam?
Doa seniman?
Dompet sendiri?
atau apa?
Apapun kepanjangannya tidak akan membuat kita bertemu seorang guru di kampus. ya toh?
Dulu, dulu sekali saya pikir guru galak dan jutek itu adalah makhluk yang paling menjengkelkan sekaligus menakutkan dalam hidup ini. Tapi, semua berubah setelah mengenal dosen.
Predikat guru killer hanya nampak seperti kucing di mata saya sekarang, sementara dosen-dosen adalah yaaaa emmm anuu oke baik, rubah ekor sembilan.
Guru-guru memang membuat saya rindu akan masa-masa sekolah, bagaimana saya bisa bercanda dan bercengkrama dengan mereka tanpa peduli menyakiti hati atau tidak toh juga kalau ternyata saling menyakiti tinggal salam-salaman pas lebaran. Selesai.
Hal-hal seperti itu hilang di kampus sebagaimana saya tidak boleh menyakiti hati dosen karena masa depan huruf-huruf sakral penentu IPK saya ada di tangan mereka.
*Now : Rindu_Guruku.3gp
Teman-teman yang lugu
Bukannya saya mau bagaimana, hanya saja menurut saya teman-teman semasa sekolah dulu sangat lugu.
Bayangkan saja ada teman saya wanita, kertas tugas sekolahnya saya gunting. Harapan saya sih dia marah lalu mencubit-cubit gemas muka saya, tapi tidak, sangat mengejutkan dia malah menjerit manja setengah menggoda memanggil nama saya. Begini,
"Andikaaaa kok diguntiiiiiingg. ~~~~" ah entahlah pokoknya saya ingin memeluk dia waktu itu. Tapi tetap saja dia hanya teman. Oya, logo OSIS dia timbul loh, entah berapa biaya yang dia keluarkan untuk membelinya.
Di kampus saya gunting tugas? Pasti sudah saya diberi hukuman mati seperti pengedar narkoba.
Tapi teman-teman waktu sekolah dulu berbeda dan penuh penerimaan, jujur saja saya lebih memilih mereka dibanding teman-teman sekarang karena banyak hal. Entahlah.
Rindu bagaimana mereka tertawa, rindu bagaimana mereka menertawakan guru nah lalu pas ulangan malah ketahuan mencontek sama guru itu, rindu bagaimana tidak ada kata bersaing di kelas tapi yang ada adalah kami bakal lulus bareng dan sukses bareng, rindu bagaimana saya pdkt ke beberapa cewek tapi tidak ada yang berhasil ah mbuhlah saya juga bingung kenapa dulu banyak yang menolak saya, hingga rindu ke bagaimana tidur bareng, gitaran bareng, futsal bareng, sampai zaman dimana sekelas tertawa saat saya ngelawak walau nggak lucu. Sungguh mereka teman yang baik.
Tapi inilah hidup, di sini saya sekarang, berdiri, dan tentunya siap mengguncang dunia dengan mereka yang saya banggakan.
Di kampus tidak akan ada lagi hal itu, saat dimana satu kelas tertawa lepas saat salah seorang guru menjelaskan dengan lucu salah satu mata pelajaran. Dosan mah mana mau capek-capek ngelawak biar muridnya tetap fokus?
Kerapian
Entah saya harus senang atau sedih atau bagaimana menanggapi hal yang satu ini. Dulu, dulu sekali saya pernah merasa jantung saya berhenti seperti terkena stroke ketika guru-guru merazia kaos kaki siswa-siswa.
Saat itu kaos kaki saya pendek, tidak begitu pendek sih tapi pokoknya hampir menyentuh telapak kaki. Sementara aturan sekolah mewajibkan siswa memakai kaos kaki minimal sedengkul. Matilah teman saya dimarahi guru waktu upacara. Haha. Saya? Saya baik-baik saja, ternyata perasaan itu hanya halusinasi.
Pun rambut, beberapa kali saya kena tegur harus memotong rambut supaya pendek. Heran saya waktu itu, baru saja potong rambut sudah disuruh lagi. Lama-lama penghasilan kedua orang tua bisa habis untuk potong rambut anaknya, pikir saya waktu itu.
Sekarang, mau tidak pakai kaos kaki, tidak pakai celana dalam, rambut sepanjang pantat juga didiamkan saja. Loh, harusnya seneng bukan? Tapi kadang saya rindu diatur, rindu dimarahi ketika salah, atau secara sederhana bisa dibilang rindu diperhatikan.
Yah, itu saja dulu. Takutnya kalian kekenyangan.
Mungkin memang saya belum siap jadi dewasa, saya masih ingin bercanda dengan anak-anak usia SMA yang ceria, gila,
Mungkin saya memang sedang rindu dengan teman-teman yang tidak akan tergantikan
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.