Menteri 5 Triliun
![]() |
Sumber |
Ada beberapa keheranan dalam diri ini.
Pertama, dengan uang 5 triliun Bu Susi bisa beli satu jet pribadi lalu memakainya memutari dunia sebanyak lima kali, itupun sisa.
Sisanya masih cukup untuk membeli ramen guna mengisi sebuah kolam renang berstandar internasional secara penuh.
Heran saya, kenapa beliau menolak begitu saja.
Kedua, yang memberi adalah anonim. Logikanya, tidak akan mencoreng nama seorang Susi Pudjiastuti sebenarnya jika turun dari jabatan menteri, lalu melakukan bungee jumping di puncak gunung merapi. Tapi sayang, Bu Susi terlanjut ngetweet. Semua orang jadi tahu.
Sekarang, jika Bu Susi turun dari jabatan menteri secara mendadak wah tentu sudah, opini masyarakat akan jatuh di kesimpulan bahwa beliau mendapat uang imbalan.
Ketiga, Bu Susi hanya lulusan SMP. Sebenarnya ini adalah keheranan yang paling mendesak bagi saya. Beliau hanya lulusan SMP, pernah merokok ketika pelantikan menteri dan memancing munculnya banyak haters, sekarang beliau punya kesempatan menikmati masa tua dengan jumlah uang yang pasti bisa menggoncang iman segala jenis manusia di dunia. Tapi ditolak.
Pada akhirnya, saya hanya bisa berkomentar di blog ini tanpa bisa membuat seorang Susi Pudjiastuti berubah pikiran dan menerima uang 5 T tadi.
Di sini saya hanya bisa berterima kasih. Bukan, bukan kepada Bu Susi. Sudah terlampau banyak ucapan terima kasih saya kepada Bu Susi di setiap tenggelamanya kapal asing yang mancing di laut Indonesia.
Terima kasih kali ini saya tujukan kepada Pak Jokowi. Terima kasih, Pak Presiden. Dengan segala hormat dan tegas saya ingin berterima kasih apabila di masa yang akan datang Bu Susi tetap menjadi seorang menteri hingga masa jabatan beliau selesai.
Terima kasih karena setidaknya --ya walau pemerintah sekarang terlihat sedikit menyebalkan-- saya tidak salah pilih ketika pemilu kemarin.
Bapak menunjukkan kemauan yang yes dan yoi dalam rangka mengajari negara setengah surga ini cara berdiri yang baik dan benar.
Masalah isu BBM yang naik turun, urusan Polri dan KPK dulu, internet cepat yang lama sekali terealisasi, hingga kenapa saya belum bisa berpacaran dengan Maudy Ayunda, bolehlah dikesampingkan dulu.
Di lain sisi mengenai hukuman mati. Saya tahu putusan hukuman mati kepada anak-anak pengedar narkoba jatuh saat era presiden sebelumnya, tapi saya masih kecewa saja kenapa bapak tidak membatalkan eksekusi kepada ibu dua anak yang menurut saya tidak pantas diakhiri hidupnya.
Bicara masalah narkoba memang panjang pak, harus ada kata ahli, hasil penelitian, dan banyak hal. Tapi yang saya tahu hanya satu, orang setuju memakai narkoba itu karena mumet ndase, karena tidak punya uang, dan tentu saja karena bodoh.
Jauh, jauh sekali jika saya berharap masyarakat Indonesia bisa kaya dan pinter semua dan saya lagi tidak mood untuk menjelek-jelekkan pemerintah saat ini, mungkin lain waktu. Tapi tetap saja hukuman mati bukan keadilan terlebih di negara yang jaksa dan pengadilnya masih suka dengan uang. Terlebih di negara yang pesakitan seperti Indonesia.
Kalau boleh usul, saya mau usul hukuman yang lama saja tanpa mencabut nyawa seseorang. Hukuman ratusan tahun lebih terdengar menyiksa dan mengancam bagi kami dibandingkan hukuman mati yang dengan mudah mengakhiri penderitaan orang miskin dan bodoh seperti kami.
Bapak sedikit-banyak berhasil menjadi sebuah antitesis. Tindak-tanduk lembut khas Solo dan prinsip hemat yang berusaha bapak sajikan adalah deskripsi nyata bagi saya.
Saya tidak akan pernah lupa dengan pemilu tahun lalu, pemilu pertama saya, dimana saya yang semasa bocah mempunya prinsip golput saja daripada memilih bajingan, berubah menjadi lebih baik memilih daripada rela begitu saja bajingan berkuasa.
Kala itu saya menonton TV, beberapa stasiun swasta menampilkan penampakan konser di GBK.
Bapak ingat konser itu?
Bapak tahu tidak ada berapa ratus ribu orang di sana? Apa bapak sempat menghitung? Saya tidak sempat, tapi yang saya tahu di sana sangat banyak orang.
Yang saya pahami adalah ratusan ribu orang itu datang tanpa dibayar. Alah mana mungkin seorang mantan tukang mebel, mantan walikota, dan mantan gubernur yang tidak memiliki dukungan partai-partai besar bisa membayar segitu banyak orang.
Yang saya pahami adalah tidak ada bendera partai di sana, yang ada hanya bendera slank karna memang bendera ini wajib ada di setiap konser.
Asal tahu saja, mereka semua mendukung bapak. Ya, relawan dan orang yang sebenarnya hanya ikut-ikutan tanpa mengerti siapa Jokowi itu mendukung panjenengan.
Di sini adalah alasan terbesar kenapa saya ingin sekali lagi berterima kasih.
Terima kasih telah menjadikan beberapa orang Indonesia seperti saya melek alias terbuka matanya. Karena seorang Jokowi, mungkin pemilu-pemilu di masa yang akan datang tidak lagi didominasi oleh orang yang punya banyak channel TV, tidak akan didominasi orang-orang yang tegas dan cenderung menakutkan, tidak didominasi oleh orang-orang yang asal modal besar pasti menang.
Tidak, saya yakin tidak. Karena seorang Jokowi, pemilu akan dimenangkan oleh orang yang mendapat dukungan rakyat, orang yang benar-benar serius mendidik bumi pertiwi (Bukan nama Taman Kanak-kanak). Seorang yang nantinya akan menjadi pemimpin adalah mereka yang punya people power, ya toh pak?
Dan tak lupa, saya ingin berterima kasih untuk pemilihan Bu Susi. Meski perokok dan hanya lulusan SMP, saya tahu kok seorang Jokowi tidak begitu peduli sama ijazah dan IPK menterinya. Yoi.
Bapak ingin menang lagi tidak di pemilu 2019? Atau bapak ingin tahu kemana people power akan jatuh? Ke seorang Jokowi atau Ahok? Atau nama lain?
Begini pak, semua itu ditentukan oleh apa yang Pak Jokowi dan Koh Ahok lakukan selama menjadi presiden dan gubernur. Gitu. See ya!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.