Apa Adanya

Sumber
Dunia digital tak bisa dibendung, sekarang semuanya dibinerkan. Jika bung/nona pikirannya tidak cukup luas untuk bisa mengartikan semuanya dibinerkan tadi monggo membuka wikipedia lalu bookmark beberapa halaman yang berhubungan dengan biner.

Atau memilih opsi kedua yang lebih mudah, melanjutkan membaca tulisan ini sampai selesai dan mengisi otak bung/nona dengan hal yang bermanfaat. Gitu.

Sebelum membahas tentang semuanya yang dibinerkan, internet of thing juga sudah mulai disebarluaskan. Para sufi-sufi digital juga mulai lahir satu per satu, berdiri dengan imajinasi masing-masing lalu dengan aturan yang ada membuat hal nyata untuk kebaikan dunia. Google, misalnya.

Kembali ke biner, biner secara sederhana bisa diartikan sebagai simbol yang diwakili oleh dua kemungkinan, tinggi atau rendah. Nah biner digunakan untuk mengolah data di dunia ini.
Ketika gue mengetik di microsoft word maka file yang dihasilkan adalah .doc, tentunya. Di dalam file itu ada tulisan, tulisan disusun oleh kata, kata disusun oleh huruf, huruf diketik dari keyboard. Nah biner berperan untuk menyuruh komputer gue menampilkan huruf yang diinginkan dengan kombinasi tinggi-rendah yang sedemikian rupa.

Ketika gue mencet huruf 'A' maka keyboard akan mengirim sinyal biner yang mewakili huruf 'A' tadi supaya komputer paham kalau dia harus menampilkan huruf A di microsoft word. Gitu.

Itu dulu, sekarang suara, musik, dan video juga sudah dibinerkan demi memudahkan kehidupan masyarakat. Ya, semua itu demi kenyamanan dan kecepatan dalam akses informasi. Apakah hal itu baik? Tentu saja baik, bagaimana hayo stalking kabar mantan kalau teknologi tidak secanggih itu? Pasti susah.

Namun jujur saja, gue mulai muak dengan semua ini. Bukan, tentu saja bukan karena mbak Pamela Safitri yang dengan baik hati berbagi benda magis yang mampu menggoyahkan pendirian seorang lelaki antara menyimpannya atau tidak. Mbak Pamela menunjukkan bahwa sebagai public figure tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Gue mendukung itu.

Dan tentu saja bukan karena gue mau sok ke-sufi-sufi-an atau sok ke-raden-raden-an dengan menginisiasi ide untuk mengembalikan zaman-zaman serat centhini setebal 4200 halaman untuk sekedar bercerita konsep-konsep Manunggaling Kawula Gusti dan kawan-kawannya.

Apalagi gue ingin kembali ke zaman surat kaleng atau jenis surat apapun karena jujur saja ini terlalu berat untuk diterima para jomblo. Gue kasian aja, zaman secepat ini saja masih jomblo bagaimana jika kembali ke zaman serba lama. Hayolo.

Yang gue nggak suka bukan cepatnya tetapi tradisi yang dihasilkan dan konten dalam kecepatan tinggi itu. Misalnya ya dalam chattin,
karena begitu cepat bisa mengirim pesan anak-anak remaja sekarang ngirimnya sepatah-duapatah kata gitu. Kan gue jadi ikutan. Dalam tatanan Bahasa Indonesia saja ini sudah salah. Bahasa dan budaya Indonesia mengajarkan untuk lemah lembut dan menyelesaikan sesuatu.
Tentu saja tradisi chatting yang patah-patah dan cepat ini bisa menghancurkan persatuan bangsa karena sedikit banyak sering menyebabkan salah paham.

X: Coy? Lagi sama siapa?
Y: Sendy
X: Sendy Sandoro?
Y: Sendy rian.
X: Sendy rian si cowok ganteng dan macho itu?
Y: Sendy-rian. Sendirian.

Loh jangan salah, bayangkan saja kalau tradisi chatting cepat dan patah-patah ini terbawa saat kita berperang, yang ada bukannya kita perang melawan musuh tapi malah saling berperang cuma karena salah paham.

Kemudian perlahan taktik cuci otak lewat produk yang dilakukan perusahaan besar dan kaya raya untuk memperkaya diri mereka lagi dan lagi mulai berhasil.
Dengan cara apa? Ya cara yang paling gampang dilakukan, tren baru. Waini, tren ini yang ternyata mendekatkan diri kepada kebodohan.
Orang yang tidak tahu adalah makanan empuk dan kenyal kayak bolanya mbak Pamela yang mudah digiring ke sana ke sini oleh orang yang mau sedikit mikir dengan bantuan beberapa public figure.

Kenapa gue bilang mendekatkan diri kepada kebodohan? Karena ini sungguh melenceng dari konsep Manunggaling Kawula Gusti dan Sangkan Paraning Dumadi yang ada di serat centhini Atau konsep selaras lain yang ada di buku-buku rumit karya sufi-sufi macam Ibnu Arabi.
Lah, sampeyan tidak paham kedua istilah itu? Ya sama. Hehe.

Ya gitu, karena mudah digiring tren maka manusia menjadi lupa dengan konsep apa adanya. Sederhananya dia akan terus digiring dan dipantul-pantulkan. Sekali lagi pantulannya seperti bola kebanggan mbak Pamela Safitri yang mudah mencetak angka di nafsu para pria.
Iya, dengan satu kata kerja bernama lupa maka keterangan tempat bernama nereka siap menampung kita semua
Gini ya, baca baik-baik ya. Kejiwaan orang yang rela mengikuti tren demi mendapat teman itu sedikit rusak. 
Bayangkan saja ketika tren Pamela Safitri booming lagi, berapa banyak remaja wanita yang berbagi lewat dunia maya demi tidak dianggap jadul dan kampungan? Betapa kasian hidup mereka. Betapa senangnya lelaki kayak gue.

Logika sederhana gue bertanya bahwa jika seseorang saja tidak punya tempat berdiri yang baik dan nyaman bagaimana dia bisa belajar? Bayangkan besok ujian nasional lalu ada gempa semalaman. Gimana mau belajar? Tidak bisa kan.
Untuk bisa belajar maka tidak boleh mengikuti tren artinya harus apa adanya. Untuk belajar apa adanya harus paham konsep Manunggaling Kawula Gusti dan Sangkan Paraning Dumadi tadi.

Maksud tulisan ini adalah peringatan, tidak semuanya bisa dicari di internet dan tentu saja tidak semua yang ada di internet itu benar dan sahih. Tuhan, masa depan, surga, bahagia, semua itu tidak ada di internet.
internet hanya cara belajar demi mencapai Tuhan, demi mencapai hal yang sesungguhnya ada. Loh apa menurut bung/nona, kita semua ini ada? See ya!

G+

Tidak ada komentar

Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.