Rasa dan Respon

Sumber
Manusia pasti memiliki perasaan karena itu adalah hal yang hakiki. Sejahat apapun orang, sesombong apapun orang, seceria apapun orang dia akan tetap gemeteran ketika dibentak Jibril. Gemeteran itu adalah tanda bahwa dia punya rasa takut.

Tentu saja di dunia ini banyak sekali macam-macam rasa. Ada takut, bahagia, senang, sedih, horny, sampai dengan marah. Hal pertama yang gue perhatikan dari rasa-rasa ini adalah mereka semua perlu pemicu untuk bisa muncul.

Sebut saja marah. Marah baru bisa muncul ketika kejiwaan seseorang diganggu oleh hal-hal yang mengganggu, tentu saja. Misalnya gue lagi asik main pes tiba-tiba cewek gue rewel di ujung handphone satunya sehingga bikin gue hilang kendali dan kemampuan, akhirnya gue kalah. Ya, gue marah kepada semesta kenapa bisa-bisanya memberi pacar yang tidak pengertian. Sesederhana itu.

Atau pesta bikini, ya pesta rasis yang diadakan di ibukota itu. Kok bisa rasis? Ya bayangkan saja namanya pesta bikini, tentu saja memakai bikini dan bukan kain kafan. Lalu bagaimana nasib pemuda-pemudi yang kulitnya berpanu? Berkurap? Berkusta? Yang ketiaknya kehitam-hitaman? Yang ada bukannya senang karna habis UN tapi terbongkar semua rahasianya. Atas nama suwir ayam di buryam gue mendeklarasikan bahwa sungguh nista pesta-pesta semacam itu.

Oke lupakan pesta, contoh lain adalah bola basket milik mbak pamela yang mudah membangkitkan gairah lelaki untuk memantulkannya. Lelaki mana yang bisa munafik di hadapan setan ketika melihat keaslian dan bentuk alami seperti itu? Kalaupun ada yang protes alah percaya sama gue itu cuma di depan orang lain, aslinya ya dia melakukan praktek save as.

Nah itu lho maksud gue bahwa semua rasa yang ada di dalam diri manusia perlu dipicu untuk keluar. Ya, benar sekali tuan dan putri sekalian, eittss sebelum melanjutkan tulisan ini alangkah bijak dan penuh perhitungan apabila gue memotong kuku sebentar. Rasanya sungguh mengganggu ketika mengetik tapi kuku terlalu panjang. Sebentar ya.

*Setelah beberapa kali terdengar bunyi ‘cetik’.*

Sampai dimana tadi? Oh iya, pokoknya rasa-rasa dalam diri seorang manusia perlu dipicu supaya bisa muncul. Gitu.

Tentu saja gue datang tidak hanya membawa informasi sekecil itu. Begini,
Pernah menonton stand up comedy? Baiklah jika belum, tapi sehina mungkin pasti kita pernah mendengar teman melawak atau bercanda.

Rentang humor tiap manusia berbeda-beda, tapi kebanyakan cewek sih kalau ngobrol sama gue pasti ketawa entah karena lucu atau memang mereka terlalu ingin berada di dekat gue. Bukan, maksudnya setinggi apapun selera humor seseorang atau sebaliknya pasti dia tidak akan tertawa saat:
                      1. Dirinya dihina dan dijelek-jelekkan dengan cara yang lucu,
                      2. Lelucon yang masuk ke otaknya adalah hal yang pernah dia dengar.
Nomor dua, ya itu bagian seru dari tulisan yang inspirasinya didapat saat nonton acara om Mario Teguh. Begini sahabat, ketika kita mendengarkan lawakan yang sama walaupun kita tertawa untuk pertama kalinya, gue jamin respon yang muncul ketika mendengar lawakan yang sama untuk kedua kalinya pasti akan berkurang atau malah hilang.

Nah, menarik bukan?

Belum paham? Gue ulang ya,

Manusia punya rasa,

Rasa perlu pemicu untuk muncul,

Lawakan adalah pemicu untuk rasa lucu,

Lawakan yang sama untuk kedua kalinya akan membuat rasa lucu yang muncul berkurang bahkan 
hilang,

Sekali lagi, lucu itu termasuk rasa yang bisa dipicu.

Hipotesa pertama adalah hal di atas seharusnya terjadi di semua jenis rasa termasuk senang, sedih, galau, marah, cinta, horny, dan teman-temannya.

Gue nggak mau dong hanya mendapatkan hal seperti itu, akhirnya gue lakukan percobaan.

Hari pertama nonton bokep, gue horny tuh. Sumpah. Jujur.
Setelah menggunakan beberapa teknik ampuh, akhirnya mereda rasa itu. Dengan sigap gue langsung nonton lagi, yaiya tentu saja horny lagi tapi gue lebih ke males buat nonton karena nggak pengin aja.
Besoknya gue nonton ulang dan sedikit banyak rasa yang gue dapatkan sama seperti hari pertama yang cenderung besar.

Ya, kesimpulannya adalah respon untuk suatu rasa akan menurun jika diberi pemicu yang sama selama rasa itu masih terpuaskan.

Gue akan tertawa kepada sebuah joke dan akan terus tertawa sampai puas, jika mendapati joke yang sama gue nggak akan ketawa karena secara teori rasa ingin tertawa gue masih terpuaskan khusus untuk joke tadi. Bayangkan kalau gue lupa tentang joke tadi, sejatinya gue akan tertawa lagi.

Untuk pembaca kesayangan gue, tentu saja kita pernah bersedih atas sebuah kejadian baik kehilangan atau apapun itu. Karena dalam keyakinan gue, nggak akan ada hal baik ketika seseorang bersedih maka atas nama kemanusiaan yang suci gue beranikan untuk menulis hal ini. Jika hal lucu bisa membosankan, tentu saja sedih juga bisa layaknya bahagia. Pernah tidak ketika ulang tahun kita hanya diberi ucapan selamat oleh beberapa orang? Apa bahagia? Jujur saja, gue merasa biasa saja karena rasa bahagia atas hal itu pernah dan masih terpuaskan sejak pertama kali gue ngerti bahwa orang yang paling gue harapkan memberi ucapan telah melakukannya.

Ya, sedih juga. Hanya perlu bosan dalam kesedihan untuk keluar darinya. Bagaimana caranya, kalian akan tahu sendiri. Hehe. See ya!

G+

Tidak ada komentar

Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.