Blunder Seorang Anak
Akhir-akhir ini adek gue *Adek dalam arti sesungguhnya* minta smartphone ke nyokap. Wajar sih, zaman secanggih ini kasian juga kalau nggak punya benda magis bernama smartphone sementara teman-temannya memiliki benda tersebut. Walaupun dia masih kelas lima SD, mentok juga buat main game.Tapi gue mendukung sepenuhnya, karena itu penting minimal supaya dia nggak kehabisan passion apabila nantinya tertarik di dunia IT. Semakin cepat kenal lebih baik.
Gue cuma nggak mau apa yang kejadian ke gue kejadian juga ke adek gue, kelas satu smp gue nggak tahu cara bikin email. Dan itu bangsat, sampai akhirnya gue jatuh cinta pada dunia yang penuh logika ini dan berakhir di konsentrasi ini juga.
Dengan sedikit modal sok sedih, dia berhasil mendapatkannya yang nanti akan jadi hadiah ulang tahun. Entah umurnya berapa sekarang gue lupa.
Alhamdulillah nyokap nggak keberatan dengan permintaan itu, jadi ya gue biasa aja. Gue dimintai tolong untuk milih yang cocok buat adek gue tapi nggak mahal-mahal banget, akhirnya gue pilih aja zenfone 5 dan gue kasih rentang waktu kehidupan 6 tahun untuk HP itu.
Kalau dia nantinya menyanggupi yaudah buat dia, kalau ya kagak bakal gue kasih game di dalamnya. kelar.
Itu kalau kisahnya berakhir bahagia, bagaimana jika kasusnya nyokap gue keberatan dan adek gue ngancem nggak mau sekolah selamanya ?
Gampang, gue bunuh dia.
True story, temen cewek gue dulu ada yang putus sekolah karena minta motor nggak dituruti.
Andai gue bisa ketemu dia, gue mau tanya dengan nada datar, "Memangnya tidak mampu membelikan benda yang kamu mau itu kehendak orang tuamu ?"
Gini nih, gue mau meluruskan sesuatu yang gue anggap benar.
Gue, elo, kalian, dan kita semua ini manusia. Deal ?
Oke, manusia itu dimulai dari suatu ketiadaan yang entah bagaimana dulu kita semua bisa muncul gitu aja sebagai roh dengan kekuasaan Tuhan.
Lalu kita bikin kesepakatan untuk selalu beriman kepada Tuhan dan kita lahir ke dunia sampai akhirnya mati lagi.
Dulu, sebelum lahir ke dunia gue kagak kenal siapa-siapa dan nantinya di akhirat juga nggak kenal siapa-siapa lagi. Cuma sekedipan mata aja di tempat bernama bumi ini gue hidup sebagai Dika.
Itu konsep yang gue tangkap selama hidup ini. Cmiiw.
Itu artinya, kita memang dimulai dari kesendirian dan berakhir sendiri juga seperti yang pernah gue bilang dulu.
Kemudian kita zoom sisi bumi ini, lebih detail lagi sampai bagian yang bernama orang tua dan anak.
Semua manusia di dunia ini lahir lewat manusia juga kecuali yang pertama.
Yang berstatus mengadakan bernama orang tua dan yang diadakan bernama anak.
Karena sudah berani mengadakan manusia, yang namanya orang tua ini punya tanggung jawab dan beberapa kewajiban begitu juga sang anak yang mempunyai hak terhadap orang tua.
Gue nggak mau panjang lebar, gue kasih referensi aja di sini, sini, dan sini tentang kewajiban orang tua kepada anak dalam Islam.
Yang gue tangkap, orang tua hanyalah wajib menjaga anak agar tetap hidup dan ketika besar menjadi orang baik bersyarat. Syarat baik itu gampang, tidak jelek.
Gue balik deh, sekarang hak anak kepada orang tua itu apa ? Ya jelas, hanya menuntut kewajiban dari orang tua. Selama orang tua memberi makan, menyekolahkan, menikahkan, tidak mempekerjakan anak berarti keseluruhan sudah lulus menjadi orang tua yang baik.
Ya namanya juga manusia, pasti memiliki keunikan dalam proses menjalankan sesuatu. Naik kereta di atap misalnya.
Dalam hal ini juga, anak atau kebanyakan anak melakukan blunder dalam menjalankan statusnya dengan cara meminta apa yang bukan haknya.
Contohnya, gue minta laptop untuk kuliah padahal dalam penerapannya gue nggak butuh laptop itu.
Asal tau aja kalian yang masih hidup dari uang orang tua,
setiap kalian minta sesuatu dan orang tua kalian nggak mampu membelikan, luar biasa sedih hati mereka.
Dan kalau gue keras kepala minta laptop dan ngancem kuliah nggak serius kan semua masalah jadi teringkas dalam satu pertanyaan, "Punya hati nggak ?"
Memang, gue tahu kok bahkan sejak balita bahwa menjadi orang tua harus siap secara materi dan mental supaya anak dapat tumbuh dengan baik dan kebutuhannya dapat tercukupi. Tapi nggak semua anak kecil masa balitanya kayak gue yang kritis begitu. #halah
Minta hal yang aneh-aneh itu boleh selama belum bisa mikir dalam artian belum baligh. Tapi gue jamin anak yang belum baligh kagak bakal minta yang aneh-aneh dan kalaupun iya itu pasti hanya keinginan sesaat yang bisa diredam.
Ingat aja baik-baik, status anak itu hanya cara Tuhan menjaga manusia nggak mati sebelum jadi manusia beneran. Jadi sebenarnya nggak berhak sama sekali seorang anak meminta sesuatu yang bahkan dia sadar dan paham jika hal itu sulit bagi orang tuanya.
Nah, beda cerita kalau orang tua elo punya banyak uang, itu terserah elo aja.
Akibat dari blunder ini apa ? Bahaya, sumpah bahaya sekali. :))
Karena merasa sudah bisa melakukan kewajiban sebagai orang tua, mereka yang punya anak mengjengkelkan dan minta dipancal pakai linggis ini ngadu ke Tuhan. Selesai sudah.
Akhirnya kalau nggak si anak durhaka ya susah hidupnya. Selamanya.
Pada akhir tulisan ini, gue mau ngasih sesuatu buat mereka yang masih berperan sebagai anak kayak gue.
Apa yang kita butuhkan itu adalah kewajiban orang tua kita, apa yang kita inginkan hanya opsi yang sama sekali tidak bisa dipaksakan.
Itu aja kok. Semoga anak-anak sekarang nggak banyak yang blunder. See ya!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.