Dia Menangis, Seorang Lelaki (Lantas Kenapa Jika Ia Seorang Lelaki? Toh Kepedihannya Melebihi Gengsi. Lah, Apalagi Itu Gengsi)

Alkisah, beribu-ribu jam yang lalu, bukan sekarang, duduklah dengan tidak sambil berdiri-seperti jeli-seorang Ibu, seorang adik, dan seorang kakak di sebuah stasiun yang tidak melayani penerbangan ke kota manapun. Mereka bercanda dan berbicara tanpa khawatir akan teriknya matahari yang menyengat bagian bumi yang lain karena toh bukan mereka yang kepanasan karena saat itu sedang malam karena apah jugak gue nulis ginian.

Dan *zing* seketika keriuhan obrolan manusia malam itu perlahan mereda seiring dengan menaiknya gelegar tangis seorang manusia, iya manusia. Manusia-manusia di sana bertanya-tanya, pada manusia di sampingnya yang tau apa tentang manusia yang menangis itu.

Di sela bisingnya bisik-bisik antar-manusia di sana terdengarlah langkah kaki seorang Ibu-iya suara langkah kaki seorang Ibu berbeda dengan punya tentara-yang tadi di awal aku ceritakan. Langkahnya lembut terkesan agak terburu-buru, arahnya kalian pasti tau ke mana kan? Iya menghampiri manusia tadi, yang bercucuran air mata dan tersedu tak karuan.

Entah kata-kata apa yang saling mereka lempar yang jelas sang adik dan kakak tak bisa mendengar. Hanya kemudian berdua mereka diberitahu, ketika sang Ibu sudah kembali-seraya meredanya suara tangis dan kembali riuhnya obrolan manusia di sana-dan berbagi sebagian wajah sedih yang manusia yang menangis tadi miliki kepada anaknya, yang sang adik tak dapat artikan itu apa.

Ayahnya tutup usia, keluarganya mengabari, disaat ia sedang menunggu kereta di stasiun yang aku gunakan sebagai latar artikel ini.

Dengan segala duka yang terbawa, aku simpulkan satu poin penting atas peristiwa ini, epedulian. Poin kebaikan tertinggi yang aku percayai. Kepedulian itu indah. Kepedulian itu manusiawi, bukan sok tau-meski aku tak akan juga peduli ejekanmu-dan hal-hal manusiawi semakin langka, yuk mari kita semarakkan lagi.

Tak bisakah kau menginginkan kaitan batin antar sesama manusia, tapi jangan batasi hanya pada manusia. Pohon di latar rumahmu dan apapun. Kuharap kautumbuhkan dan kausebarkan, desiran hati akan semangat untuk saling peduli. Mulailah saat ini juga, denganku.

Peristiwa ini jadi titik balikku. Tak akan kulupa. Dan ya aku duduk di sana, sebagai karakter yang silahkan kautebak yang mana.

G+

1 komentar

1 komentar:

Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.