IPK
![]() |
Sumber |
Begini,
membiayai kuliah dan sekolah sekian lama adalah bentuk cinta kasih orang tua gue ke anaknya. Dengan pengamatan sederhana, ternyata orang tua gue senang apabila nilai gue bagus-bagus.
Itu nggak salah, cuma nilai yang bisa orang tua lihat untuk mengukur kemampuan anaknya di sekolah.
Sementara itu gue menatap nanar kenyataan bahwa nilai tidak dibutuhkan nantinya.
Kalau kata dosen gue, IPK hanya digunakan sekali seumur hidup yaitu untuk lolos seleksi berkas ketika meminang pekerjaan sebagai fresh graduate. Setelah itu, tes wawancara sudah bukan tugas IPK.
Setelah itu pula, ketika kita melamar pekerjaan lagi IPK sudah dibebaskerjakan dan digantikan oleh pengalaman kerja dan prestasi di pekerjaan sebelumnya.
Bah!
Tapi tenang dulu saudara, gue datang tidak untuk curhat lalu pergi. Gue datang dengan solusi dan imajinasi.
Jika diruntut dari awal, fungsi IPK adalah indikasi hasil belajar selama kuliah. Jadi apabila IPK bagus berarti selama kuliah proses belajar pemiliknya berjalan dengan lancar. Tugas dikerjakan, ujian nilainya bagus, skripsi lancar.
Jika diruntut lagi, fungsi indikasi adalah memberitahu yang sebenarnya ke orang yang ingin tahu.
Jadi indikasi proses belajar selama kuliah alias IPK tadi dibutuhkan untuk meyakinkan orang yang membaca transkip nilai pemilik IPK. IPK akan ngebacot soal proses belajar di kampus ke orang yang membaca lewat angka.
Loh, berarti kenapa IPK ada adalah karena dia disuruh ngebacot doang.
Kalau cuma menjelaskan hasil belajar selama kuliah gue juga bisa sendiri, ya nggak?
Masalahnya adalah orang-orang lebih percaya IPK daripada gue yang secara langsung menjalani proses kuliah tadi.
Solusinya adalah harus cerewet dengan hal-hal gila seperti menang lomba, bikin ini, bikin itu, aktif ini-itu, ke sana-sini yang secara tidak langsung akan menentang keabsahan IPK.
IPK akan dipojokkan dengan segudang kenyataan lainnya. IPK jelek tapi bisa bikin ini-itu, berarti IPK-nya salah. Nahloh!
Berarti tinggal produktif saja untuk membantah IPK saudara apabila jelek.
Lalu bagaimana dengan orang tua? Ntar di kesimpulan.
Tapi gue selalu bilang, kalau memang pintar kok mencari nilai bagus saja kesusahan. Gimana?
Lalu, bagaimana dengan orang yang mendewakan IPK? Yang menghalalkan segala cara demi IPK bagus?
Kenapa anak muda sekarang suka sekali seks?
Kenapa para cowok suka sekali nonton bokep?
Kenapa para cewek suka kasih sayang?
Kenapa Steve Jobs suka jadi kaya dan sukses?
Kenapa Einstein suka jadi pintar?
Itu karena keinginan mereka. Mereka akan melakukan hal yang mereka suka dan berusaha mencapai titik tertinggi hanya untuk orgasme di imajinasi mereka.
Karena dengan melakukan hal itu terus-menerus hati mereka akan terpuaskan, setelah merasa puas maka akan tenang, tenang adalah salah satu syarat bahagia. Dan jika ketenangannya hilang maka mereka akan melakukan lagi. Gue kalau nonton bokep siklusnya seperti itu kok.
Kualitas seseorang jadi terlihat dari hal yang membuatnya puas. Hehe.
Orang yang mendewakan IPK ya kualitasnya hanya sampai di situ. Imajinasinya hanya cukup untuk membayangkan IPK bagus. Steve Jobs imajinasinya luar biasa maka IPK nggak ada artinya buat dia.
Lalu, kualitas seseorang akan berpengaruh pada saat kematiannya. Steve Jobs meninggal adalah kehilangan bagi dunia yang nyata dan besar. Pemilik IPK 4.0 yang cuma kerja buat perusahaan swasta jika meninggal yaudah mentok cuma teman kerjanya yang kehilangan.
Bagaimana, gaes?
Berarti hidup berawal dari imajinasi dong?
Jelas iya.
Hidup berawal dari mimpi. Konsepnya juga cuma sederhana, bagaimana situ bisa mencapai suatu titik kalau membayangkannya saja tidak bisa?
Cuma orang bodoh yang bilang jangan bermimpi terlalu tinggi nanti kalau gagal sakitnya luar biasa. Kegagalan dari mimpi yang terlalu tinggi adalah kenyataan terbaik dibanding yang tidak pernah memimpikan apapun.
Belum lagi masalah doa. Doa kan bukan hanya kalimat yang dipanjatkan secara langsung kepada Tuhan.
Gue yang nggak ngerokok, makan teratur, nggak make narkoba, nggak makan makanan sampah, olahraga, pakai helm kalau naik motor, tidur cukup, dan nggak pernah mencela fisik orang lain--Yang ini lagi berusaha-- adalah doa kepada Tuhan supaya bisa hidup lama, supaya gue nggak mati konyol.
Doa lewat perilaku > ngomong doang. Ya, nggak?
Dengan imajinasi maka perilaku situ akan ada titik acuannya. Imajinasi tadi.
Iya, konsepnya hanya seperti tulisan gue yang tentang meniru idola kita.
Kesimpulannya adalah seperti ini...
Semua bermulai dari imajinasi. Semakin tinggi imajinasi seseorang maka prioritas hidupnya juga semakin tinggi. Hal penting oleh orang yang imajinasinya lebih rendah hanya sampah bagi orang yang imajinasinya tinggi tadi.
IPK adalah hal yang bisa dibayangkan, bisa masuk imajinasi.
Kalau IPK berada di poin 4 imajinasi seseorang dan imajinasi dia sudah di poin 8 maka secara langsung IPK tidak akan dia beri perhatian khusus.
IPK sendiri hanya digunakan untuk meyakinkan tentang kemampuan seseorang yang kuliah. Kemampuan hanya bisa dibantah oleh kemampuan tandingan. Jika IPK jelek maka harus diberi tandingan seperti aktif organisasi, menang lomba, pengalaman ini-itu.
Jika IPK bisa bagus dengan mudah, tinggal melatih hal yang lebih tinggi.
Orang tua akan menerima anaknya apa adanya selama itu adalah kemampuan terbaik yang dia punya. Itu kata bokap gue sih, nilai gue jelek asal itu kemampuan terbaik gue ya nggak papa. Gitu.
Tapi gue punya hipotesis sederhana, jika prioritas seseorang itu tinggi maka hal-hal yang di bawah prioritas tadi bisa dilakukan dengan mudah, termasuk IPK. See ya!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.