Terapi Diri

Gue mau nulis yang sedih-sedih, buat kalian yang hatinya rapuh karena tidak ada yang merawat mending pergi dan tidak membaca. Yoi.

Sebagai hewan mamalia, kadang gue merasa lelah dan jenuh.
Kadang ada beberapa hal menjengkelkan yang hobi banget mengiringi perjalanan hidup gue.
Logika kenapa cewek kalau lagi gue deketin kok cantiknya minta ampun, setelah pacaran jadi jelek, dan kalau diputusin balik cantik lagi misalnya. Itu masih misteri selalu dan akan selamanya nyelip di lubuk hati gue yang paling dalam walau sudah berusaha gue tafsirkan. Fiuh.

Andai kata gue berbakat dan bakat itu bisa gue turunkan langsung ke anak gue kelak, ada beberapa hal yang pengin gue kasih ke dia.
Yang pertama adalah menulis.
Dengan menulis berarti dia mencetak sejarah versi dia sendiri, dengan menulis dia mampu berteriak dalam keheningan #Halah, dengan menulis dia mampu menahan tangis, tawa, dan segala rasa yang memang orang lain tidak boleh melihat.
Yang terpenting adalah dengan menulis dia bisa melakukan terapi diri. Dia akan belajar bagaimana membuat sesuatu secara urut, rapi, nikmat, dan kadang bikin kaget.
Dengan menulis seperti ini, otaknya akan terbiasa melakukan segala sesuatu tidak dengan melompat, dia akan berjalan pelan dan teliti. Berpikir bagaimana orang lain bisa menikmati tulisannya, berpikir bagaimana jika dia tertawa karena tulisannya maka orang lain juga akan tertawa.

Tak hanya sebatas terapi seperti itu, menulis juga akan melatih tanggung jawabnya sebagai manusia. Bagaimana cara menyertakan suatu sumber apabila memang dia terinspirasi, bagaimana menulis sesuatu yang jujur, dan bagaiman cara menyampaikan apa yang dia pikirkan dengan sajian yang maksimal mengingat itu sebuah tulisan yang bisa disunting dan didesain seperti kemauan dia.

Setahun bermain di blogger, ada kalanya sebulan hanya sekali publikasi tulisan, ada kalinya sehari sekali, bahkan pernah sehari dua kali publikasi. Tapi nggak masalah, bagi gue itu adalah intonasi kehidupan.

Menulis adalah terapi diri.

Lalu yang kedua, hal yang pengin gue kasih ke anak gue adalah bermusik. Gue mau dia bermusik atau minimal suka menikmati musik.
Musik adalah sebuah keajaiban yang gue bingung cara menjelaskannya. Di dalam musik terdapat pesan dan rasa yang mampu mempengaruhi seseorang, serius.
Pesan dan rasa itu diterima oleh telinga, diolah oleh otak hingga akhirnya menghasilkan respon yang baik kepada diri seseorang.
Ketika mendengarkan musik yang gue suka di kamar dengan volume secukupnya, gue merasakan sebuah dorongan untuk melangkah menjadi lebih baik, yoi sob!
Gue lebih bersemangat dan sesekali gue merasakan sebuah kedamaian yang sulit gue temukan tanpa musik tadi.

Musik memang merupakan terapi diri yang baik. Apalagi ketika kita bisa membuatnya, selain terapi diri karena nada-nada yang tersusun rapi kita juga akan mendapat dorongan moral karena merasa bisa membuat sesuatu. Percaya sama gue, musik membuat hidup kalian lebih berdendang!

Musik adalah terapi diri.

Kemudian ada yang kita kenal dengan film. Harapan gue, dia juga suka menonton film karena dengan menonton film dia akan memasuki sebuah dunia milik orang lain, dunia lain.
Otak dia akan berada di sebuah keadaan yang memang tergambar dalam film tadi.
Menonton film itu menyenangkan, percaya sama gue. Sampai sekarang gue masih merasa bisa menjadi orang jenius dan menjadi iron man setiap kali selesai menonton film itu.
Gue selalu merasa menjadi hebat dan menjadi manusia paling keren di dunia setelah menyelesaikan film tentang teka-teki dan seterusnya.
Dia harus memiliki bakat ini.

Film adalah terapi diri.

Mungkin bukan yang terakhir dari banyak hal yang pengin gue kasih ke dia, tapi setidaknya hal ini tidak boleh tertinggal. Dia harus benci menonton TV apabila keadaan TV lokal masih seperti ini, dia harus suka membaca tulisan orang-orang hebat, dan dia harus menemukan semangat hidupnya.
Benar saja, dia harus menemukan semangat hidupnya.

Terapi diri yang paling penting adalah ketika seseorang menemukan hal atau sosok yang membuatnya tetap berjalan dan menjadi lebih baik lagi dan lagi.
Bagi gue, semangat hidup gue adalah istri dan anak gue kelak.
Ini menjadi lucu dan menarik, karena gue berdiri di atas semangat yang belum jelas ada atau tidaknya tapi bodo amat. Yoi.

Tapi satu hal yang gue mau adalah gue nggak mau mendengar penyesalan perempuan yang gue tidurin karena menjadi istri gue dan atau penyesalan bocah ingusan karena menjadi anak gue. Itu saja sih dalam hal sesederhana keluarga.

Hal yang menjadi semangat hidup adalah terapi diri

Tapi semuanya terserah kepada anak gue nanti, mau atau tidak menerima saran gue atau mungkin dia bisa menemukan caranya sendiri untuk terapi diri. Gue lebih senang tentunya.
Harapan gue adalah ketika dia sudah bisa membaca dan sedikit berpikir, dia menemukan tulisan ini dan percaya bahwa bokap yang selalu marah-marah ke dia karena pacaran adalah orang yang menulis tulisan ini bahkan jauh sebelum dia lahir.

Untuk anak gue, ayahmu ini sudah sayang padamu bahkan ketika ibumu belum datang untuk melahirkan. See ya!

G+

Tidak ada komentar

Silakan tulis sesuka lo dan kalau gue nggak suka ya gue hapus sesuka gue.